Tari Kuda Lumping Tarian Berasal Dari Pulau Jawa
Tari kuda lumping |
Tarian kuda lumping menampilkan adegan prajurit berkuda, namun dalam penampilannya terdapat juga atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.
Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi
rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang,
sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran kepang.
Baca juga : Tari Remo Tarian Asal Jombang
tari kuda kepang atau lumping merupakan tari tradisional kerakyatan yang
berasal dari daerah
Sejarah Tari Kuda
Lumping
Sangat sulit menemukan sumber catatan sejarah yang
menjelaskan tentang asal muasal tarian ini, hanya dari cerita rakyat yang
diturunkan dari generasi ke kegenarasi. Tari kuda kepang atau lumping merupakan tari tradisional kerakyatan yang
berasal dari daerah jawa. Namun ada 2 cerita rakyat yang berhasil
penulis dapat, yaitu :
Versi 1
Bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah seorang pasukan
pemuda cantik bergelar Jathil penunggang kuda putih berambut emas, berekor
emas, serta memiliki sayap emas yang membantu pertempuran kerajaan bantarangin
melawan pasukan penunggang babi hutan dari kerajaan lodaya pada serial legenda
reyog abad ke 8.
Versi 2
Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa
Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam
peperangan. Sang raja masygul dan gundah. Akhirnya ia pergi ke sebuah
pertapaan. Ketika sedang khusu-khusunya memohon kepada Dewa Jawata Sang
Marasanga, ia dikejutkan oleh suara tankatingalan. Suara itu ternyata
wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia harus
menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para
prajuritpenunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.
Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala
membabi buta di kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur
mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat keberanian yang luar
biasa menyerang musuh-musuhnya. Demikianlah dalam setiap peperangan para
prajurit bergerak dalam keadaankalap dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan
kekuatan yang tangguh. Akhimya. lasykar Raja selalu memperoleh
kemenangan.
Baca juga : Tari Reog Ponorogo
Baca juga : Tari Reog Ponorogo
Untuk menghormati Dewa sang pemberi wangsit dan
memperingati kemenangan demi kemenangan kemudian setiap tahun
diadakan upacara kebaktian dengan suguhan acara berupa tarian menunggang
kuda-kudaan yang menggambarkan kepahlawanan, sebagai suatu prosesi dari
prajurit penunggang kuda yang kalap dan menyerbu musuh-musuhnya.
Selanjutnya tarian menunggang kuda-kudaan itu berubah menjadi sebuah
kesenian yang digemari masyarakat. Tarian itu kemudian diberi nama Kuda
Lumping.
Tari kuda
lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan
berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis,
dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor
kuda di tengah peperangan.
Di Jawa Timur terdapat di beberapa daerah, seperti jamban,
kolong jembatan, rel kereta, dan daerah-daerah lainnya. Dan seperti halnya
tarian lain yang ada di Indonesia kuda lumping biasanya ditampilkan pada
ajang-ajang tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan
syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.
Baca juga : Mengenal suku Bawean dari Kabupaten Gresik Jawa Timur
Baca juga : Mengenal suku Bawean dari Kabupaten Gresik Jawa Timur
Dalam pementasanya, tari kuda lumping menggunakan
kaca,beling,batu,dan jimat. Kesenian tradisional kuda lumping ini seringkali
juga mengandung unsur ritual. Karena sebelum pagelaran dimulai, biasanya
seorang pawang hujan akan melakukan ritual, untuk mempertahankan cuaca agar
tetap cerah mengingat pertunjukan biasanya dilakukan di lapangan terbuka.
Jenis Tarian Kuda
Lumping
- Jaranan Thek Ponorogo
- Jaranan Kediri, kediri
- Jaranan sentherewe, Tulungagung
- Jaranan Turonggo Yakso,Trenggalek
- Jaranan Buto, banyuwangi
- Jaranan Dor, Jombang
- Jaran Sang Hyang, Bali
- Jathilan Dipenogoro, Yogya dan Jawa Tengah
- Jathilan Hamengkubuwono, Yogya dan Jawa Tengah
Pagelaran Tari Kuda
Lumping
Dalam pementasannya, tari kuda lumping ini menghadirkan 4
fragmen tarian yaitu 2 kali tari Buto Lawas, tari Senterewe, dan tari Begon
Putri.
Pada fragmen Buto Lawas, biasanya ditarikan
oleh para pria saja dan terdiri dari 4 sampai 6 orang penari. Beberapa penari
muda menunggangi kuda anyaman bambu dan menari mengikuti alunan musik. Pada
bagian inilah, para penari Buto Lawas dapat mengalami kesurupan atau kerasukan
roh halus. Para penonton pun tidak luput dari fenomena kerasukan ini. Banyak
warga sekitar yang menyaksikan pagelaran menjadi kesurupan dan ikut menari
bersama para penari. Dalam keadaan tidak sadar, mereka terus menari dengan
gerakan enerjik dan terlihat kompak dengan para penari lainnya.
Untuk memulihkan kesadaran para penari dan penonton yang
kerasukan, dalam setiap pagelaran selalu hadir para warok, yaitu orang yang
memiliki kemampuan supranatural yang kehadirannya dapat dikenali melalui baju
serba hitam bergaris merah dengan kumis tebal. Para warok ini akan memberikan
penawar hingga kesadaran para penari maupun penonton kembali pulih.
Pada fragmen selanjutnya, penari pria dan wanita bergabung
membawakan tari senterewe.
Pada fragmen terakhir, dengan gerakan-gerakan yang lebih
santai, enam orang wanita membawakan tari Begon Putri, yang merupakan tarian
penutup dari seluruh rangkaian atraksi tari kuda lumping.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Kuda_lumping
http://wisatadanbudaya.blogspot.com/2009/09/kesenian-kuda-lumping.html
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete