Si Gajang Laleng Lipa – Tradisi Mengerikan Suku Bugis
Pada artikel sebelumnya saya telah membahas tentang Sejarah
dan Adat Istiadat Suku bugis Asal Sulawesi Selatan. Dan diartikel ini saya akan
membahas lagi tentang kebudayaan suku Bugis, yaitu Si Gajang Laleng Lipa (Saling
Tikam dalam Sarung).
Kenapa bisa terjadi tradisi si gajang laleng lipa? Jadi begini
ceritanya. Masyarakat Bugis sangat menjunjung tinggi rasa malu atau dalam
bahasa setempat adalah Siri. Dalam adat disebut bugis terdapat konsep Ade’,
Siri na Passe. Ade’ adalah adat istiadat yang mesti dijunjung oleh masyarakat
bugis, sedangkan Siri (malu) na Passe (rasa iba) adalah sikap yang tertuang
dalam ade’ tersebut.
Pentingnya Siri dalam masyarakat Bugis sangat mempengaruhi
kehidupan bermasyarakat, sehingga ada pepatah bugis yang menyatakan bahwa hanya
orang yang punya siri yang dianggap sebagai manusia. Naia tau de’ gaga sirina,
de lainna olokolo’e. Siri’ e mitu tariaseng tau (Barang siapa yang tidak punya
siri (rasa malu), maka dia bukanlah siapa-siapa, melainkan hanya seekor
binatang. Bahkan siri ini sangat berarti bagi masyarakat Bugis seperti dalam
pepatah berikut “Siri Paranreng Nyawa Palao”, yang artinya : “Apabila harga
diri telah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya”.
Dari penjelasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
Masyarakat Bugis sangat menjunjung tinggi rasa malu, sehingga jika harga diri
mereka di injak-injak maka mereka akan mempertaruhkan nyawanya. Sehingga jika
ada pihak keluarga saling bertikai hingga tidak menemukan titik temu maka jalan
yang diambil adalah jalan adat yakni ritual sigajang laleng lipa’ (saling tikam
dalam sarung)
Sigajang laleng lipa adalah sebuah tradisi masyarakat Bugis
untuk menyelesaikan sebuah masalah dan telah dilakukan pada masa kerajaan
beberapa tahun yang lalu. Tradisi Sigajang Laleng Lipa dilakukan oleh dua orang
yang berduel dalam satu sarung menggunakan badik/kawali (senjata tradisional
masyarakat bugis). Tradisi ini dilakukan ketika ada pihak yang bertikai yang
tidak bisa terselesaikan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat, walaupun
nyawa jadi taruhannya. Karena ke 2 keluarga tersebut merasa benar, maka
permasalahan ini harus diselesaikan dengan Sigajang Laleng Lipa. Namun jika
melakukan sigajang kedua bela pihak yang bertikai tidak harus lagi ada rasa
dendam yang terpendam dan menganggap perkara sudah selesai. Hasil pertarungan dari
Sigajang Laleng Lipa kebanyakan berakhir imbang, sama-sama meninggal, atau keduanya
sama-sama hidup.
Sigajang Laleng Lipa adalah ritual pertarungan yang cukup
mematikan. Namun, kita dapat melihat makna-makna positif dari tradisi ini
seperti adanya pemecahan masalah melalui musyawarah dan mufakat dan tidak menggunakan
ego dalam banyak hal kalau tidak ingin ada korban jiwa.
Namun seiring perkembangan zaman, tradisi ini telah
ditinggalkan oleh masyarakat bugis makassar dan kini tradisi Sigajang ini telah
dilestarikan sebagai warisan budaya leluhur Sulawesi Selatan, yang biasanya dipentaskan
diatas panggung. Adapun Nilai-nilai dari ritual Sigajang Laleng Lipa (duel satu
sarung), yang diartikan sarung sebagai simbol persatuan dan kebersamaan
masyarakat Bugis Makassar, berada dalam satu sarung berarti kita dalam satu
habitat bersama. Jadi sarung yang mengikat kita bukanlah ikatan serupa rantai
yang sifatnya menjerat, akan tetapi menjadi sebuah ikatan kebersamaan di antara
manusia.
Itulah penjelasan singkat tentang sigajang laleng lipa. Semoga
bermanfaat.
Diliput dari berbagai sumber
Post a Comment for "Si Gajang Laleng Lipa – Tradisi Mengerikan Suku Bugis"