Tari Angguk Tarian Daerah Yogyakarta
Tarian Daerah
Yogyakarta Tari Angguk. Tari Angguk adalah tari tradisional yang
berasal dari Kulon Progo Yogyakarta. Dalam tarian ini menceritakan kisah tentang
Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono dalam Serat Ambiyo. Tarian ini
dimainkan secara berkelompok oleh 15 penari wanita yang berkostum menyerupai
serdadu Belanda dan
dihiasi gombyok barang emas, sampang, sampur, topi pet warna hitam, dan kaos kaki warna
merah atau kuning dan mengenakan kacamata hitam. Tarian ini biasanya dimainkan
selama durasi 3 hingga 7 jam. Tarian Angguk diperkirakan muncul sejak jaman
Belanda, yang digambarkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan setelah
panen padi.
Sejarah Tari Angguk
Tari yang berasal dari Kulon Progo ini adalah pengembangan
dari Tari Dolalak yang berasal dari Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah.
Menurut cerita , istilah Dolalak diambil dari modus (tangga nada) diatonis
Barat, Do Re Mi Fa Sol La Si. Melihat urutan tangga nada tersebut, maka nada Do
dan La merupakan asal mula Tari Dolalak. Nggak jelas siapa pihak yang membawa,
mengkreasikan, dan kemudian mempopulerkan Tari Dolalak hingga akhirnya bisa
berbentuk Tari Angguk dan diakui sebagai salah satu kebudayaan Kabupaten Kulon
Progo.
Pada mulanya Tari Angguk adalah tari permainan atau hiburan
yang biasa dimainkan oleh muda- mudi. Namun dalam perkembangannya Tari Angguk
mulai disisipin hal-hal mistis. Konon, Tari Angguk juga dianggap bisa mengundang roh
halus untuk ikut bermain dengan menggunakan media tubuh sang penari.
Kata anggguk ini diambil dari gerakan para penari yang mengangguk-anggukan
kepalanya. Gerakan Tari Angguk pada awalnya terinspirasi dari gerakan
baris-berbaris serdadu Belanda. Maka nggak mengherankan jika kostum yang
dipakai oleh para penari ini juga mirip dengan seragam serdadu Belanda.
Jenis-jenis Angguk
dan Pemain
Tari Angguk terdiri dari dua Jenis macam, yaitu :
Tari Ambyakan
Merupakan tari angguk yang dimainkan oleh banyak penari.
Tarian ambyakan terdiri dari tiga macam yaitu: Tari Bakti, Tari Srokal dan Tari
Penutup
Tari Pasangan
Merupakan tari angguk yang dimainkan secara berpasangan.
Tari pasangan ini terdiri dari delapan macam, yaitu: Tari Mandaroka, Tari
Kamudaan, Tari Cikalo Ado, Tari Layung-layung, Tari Intik-intik, Tari Saya-cari,
Tari Jalan-jalan dan Tari Robisari.
Awalnya tarian ini hanya dimainkan oleh kaum laki-laki saja.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya tarian ini juga dimainkan oleh kaum
perempuan. Para pemain angguk ini mengenakan busana yang terdiri dari dua
macam, yaitu busana yang dikenakan oleh kelompok penari dan busana yang
dikenakan oleh kelompok pengiring.
Busana yang dikenakan oleh kelompok penari mirip dengan
busana prajurit Kompeni Belanda, yaitu:
- baju berwarna hitam berlengan panjang yang dibagian dada
dan punggungnya diberi hiasan lipatan-lipatan kain kecil yang memanjang serta
berkelok-kelok
- celana sepanjang lutut yang dihiasi pelet vertikal
berwarna merah-putih di sisi luarnya
- topi berwarna
hitam dengan pinggir topi diberi kain berwarna merah-putih dan kuning emas.
Bagian depan topi ini memakai “jambul” yang terbuat dari rambut ekor kuda atau
bulu-bulu
- selendang yang digunakan sebagai penyekat antara baju
dan celana
- kacamata hitam
- kaos kaki selutut berwarna merah atau kuning
- rompi berwarna-warni
Sedangkan busana yang dikenakan oleh kelompok pengiring
adalah:
- baju biasa
- jas
- sarung
- kopiah
Peralatan musik yang digunakan untuk mengiringi tari Angguk
diantaranya adalah:
- kendang
- bedug
- tambur
- kencreng
- rebana (2 buah)
- terbang besar
- jedor
KEISTIMEWAAN
Keistimewaan tari Angguk adalah memadukan unsur Islam, Barat
(Belanda), dan Timur (Yogyakarta).
Unsur Islam
Dalam Tari Angguk terlihat ketika lagu Shalawat Nabi selalu
menjadi pembuka pertunjukan. Selain itu, penggunaan peralatan musik berupa
bedug dan rebana semakin mengukuhkan bahwa kesenian ini memang sedikit dapat
pengaruh dari agama Islam.
Unsur Barat
Terlihat pada gerakan para penari yang meniru gerakan
baris-berbaris yang dilakukan oleh para serdadu militer pada zaman Belanda.
Selain gerakan, kostum yang dipakai oleh para penari juga mirip dengan seragam
militer serdadu Belanda. Bedanya para penari pakai celana pendek bukan celana
panjang.
Unsur Timur
Sangat terlihat dalam Tari Angguk yang lebih menitikberatkan
pada keluwesan gerakan. Tingkat keluwesan gerakan inilah yang menjadi ciri khas
budaya Timur, khususnya Jogjakarta. Ditambah lagi, tarian ini membawakan cerita
Umarmoyo-Umarmadi dan Wong Agung Jayengrono yang tertulis dalam Serat
Ambiyo. Di sinilah kebudayaan dari beberapa kutub yang berbeda yang bisa
berpadu. Sisi militer yang lebih kaku namun serempak dipadukan dengan tarian
yang sangat luwes dan paduan peralatan.
Sumber referensi :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Angguk
http://jogja.kotamini.com/stream/kulon-progo/tari-angguk/
Post a Comment for "Tari Angguk Tarian Daerah Yogyakarta"